#FootNote: Experiencing Experience Economy

Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan untuk mengikuti sebuah conference di Wuxi-China. Salah satu kegiatan dari conference tersebut adalah mengenal cultural heritage yang menjadi tujuan wisatawan yang berlibur ke daerah ini. Memang secara peta pariwisata, Wuxi tidak dikenal sebagai destinasi favorit wisatawan, namun menurut saya kota ini memiliki daya taeriknya tersendiri.

Salah satu destinasi yang kami kunjungi adalah old market yang sebenarnya merupakan tempat bersembahyang (kuil). Namun karena banyak yang mengunjungi daerah tersebut maka muncullah bangunan-bangunan yang menjual berbagai pernak-pernik serta makanan khas Wuxi. Yang menarik adalah seluruh bangunan mengadopsi pola bangunan kuno sehingga seolah-olah kita ditarik ke masa lalu.

Stall yang menyita perhatian saya adalah tempat pembiakan mutiara air tawar. Kerang mutiara ini sengaja dibiarkan hidup untuk memberikan pengalaman tersendiri bagi wisatawan. Saat kita sudah memilih kerang yang kita sukai, maka kerang akan dibuka tepat didepan kita untuk menunjukkan bahwa ini “beneran mutiara loh” bukan mote-motean (mutiara palsu) 😀

20171018_102757.jpg 20171018_102759.jpg

Setelah kita memilih mutiaranya maka si penjual dengan trampil membentuk mutiara tersebut sesuai dengan keinginan kita. Mau jadi gelang atau kalung semua bisa diatur. Disini kita bisa lihat sendiri proses dari kerang itu dibuka, dipanen mutiaranya lalu kemudian dirangkai menjadi bentuk yang kita inginkan. Sungguh pengalaman yang luar biasa bagi saya yang tidak pernah melihat langsung kerang mutiara.

20171018_103243.jpg 20171018_103240.jpg

Konsep seperti inilah yang disebut oleh Pine dan Gilmore (1996) sebagai konsep “experience economy”. Saat sebuah produk diberikan elemen pengalaman (experience) maka dia akan bernilai berkali-kali lipat dari harga sebenarnya. Contoh yang paling sering saya pergunakan adalah Starbucks. Produk komoditasnya sebenarnya adalah kopi namun karena yang dijual oleh starbucks adalah pengalaman, ambience dan “prestis” maka secangkir kopi yang hanya berharga Rp5.000, dengan menambahkan logo mermaid berwana hijau maka praktis harganya menjadi Rp50.000 secangkir.

Oleh sebab itu janganlah membuat produk yang hanya menjadi komoditas. Harganya selain murah akan sangat mudah diduplikasi oleh kompetitor. Selalu buat produk yang juga memiliki elemen experience sehingga kesempatan untuk secure pricing berikut dengan menciptalan loyal customer akan lebih mudah dicapai.

Advertisement

We WIN!!!

Yaayy!!

Setelah beberapa waktu lalu saya memposting tentang Vote Video Wonderful Indonesia: The Journey to a Wonderful World, senang sekali setelah tau bahwa video tersebut menjadi juara di ajang bergensi UNWTO!!!! Hebatnya Indonesia jadi juara dalam kategori 2 kategori langsung! Yang pertama sebagai Winner UNWTO Video Competition 2017 Region East Asia and Pacific dan yang kedua Indonesia menang dalam kategori People’s Choice Award 2017

Khusunya untuk kategori People’s Choice Awards, hal ini tidak lepas dukungan dan support Indonesia terhadap video ini. Bayangin aja, kalau semua masyarakat kita yang menggunakan internet (a.k.a 120 juta jiwa) vote. Bisa jebol servernya UNWTO, heheehe :D:D:D

Yuuk kita menangin lagi kompetisi2 seperti ini. Bersama kita pasti MENANG!!!

Menteri Pariwisata Arief Yahya memegang penghargaan video pariwisata Indonesia dalam lomba video pariwisata yang digelar oleh UNWTO di Chengdu, China.

VOTE INDONESIA DI AJANG UNWTO!

Mari bersama-sama menangkan Indonesia!! 

Saat ini UNWTO (Badan Pariwisata Dunia) sedang melakukan pemilihan video promosi pariwisata terbaik berdasarkan hasil voting dari seluruh warga dunia melalui websitenya.

Ayo ikut berpartisipasi dengan VOTE Video Wonderful Indonesia di kompetisi UNWTO dengan klik linknya:

Indonesia.travel/vote4id

Pilih Video Wonderful Indonesia

Mohon dipastikan:
1. Masuknya dr browser (bukan google)
2. Ketik: indonesia.travel/vote4id
(Tanpa www dan tanpa tanda * di akhirnya)

Salam Wonderful Indonesia