Analogi Pohon dalam Pariwisata Budaya

Beberapa waktu yang lalu ada seorang mahasiswa yang menyampaikan secara berapi-api ke saya bahwa pariwisata di Bali sudah membuat Bali di ambang kehancuran. Menurutnya dari artikel-artikel yang dia baca di media, sangat jelas bahwa pariwisata menghancurkan budaya, menghancurkan mental bahkan berpotensi menghancurkan jati diri “ke-Bali-an”orang Bali. Komentar  saya  sambil tersenyum “OK, kalau begitu bagaimana kalau kita bubarkan saja pariwisata? Stop saja turis datang ke Bali dan tutup semua hotel yang ada di Bali”. Jawabnya “Jangan bu, nanti kita makan dari mana tanpa pariwisata?”

Dialog singkat tersebut merupakan potret bagaimana pariwisata budaya Bali selalu dikecam namun disatu sisi dibutuhkan. Keterikatan Bali dengan pariwista bukan hanya sekedar “sayur tanpa garam” namun sudah menjadi “bread and breath of Bali”.

Dalam perspektif pariwisata dan budaya hampir selalu menjadi sebuah dikotomi, dua kutub magnet yang saling berlawanan. Saat pariwisata berkembang pesat, maka asumsinya saat itu juga akan terjadi degradasi budaya lokal. Menjawab ini saya sangat setuju dengan konsep Analogi Pohon atau tree analogy yang disampaikan oleh Pitana (2006),Picard (1996), Geriya (1991) dan McKean (1978). Konsep ini kemudian saya coba visualisasikan dan berikut penjabarannya.

TREE ANALOGY NEW.png

Dalam analogi pohon sebagai ekspansi dari konsep pariwisata budaya di Bali,  akarnya yang kuat  dari pohon tersebut adalah Agama Hindu. Batangnya yang kokoh adalah budaya secara umum, baik berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible). Daunnya yang lebat dan indah adalah kesenian Bali baik yang berupa kesenian visual (visual arts) maupun kesenian atraksi (performing arts). Pariwisata adalah bunga dan buah yang dapat “dipanen” sehingga nantinya dapat diperuntukan bagi kesejahteraan masyarakatnya.

Hasil dari pohon yang berupa bunga dan buah inilah yang dapat “dijual”, namun pendapatan yang dihasilkan dari penjualan tersebut harus diinvestasikan kembali ke pohon tersebut. Saat akar dan batang pohon tersebut kuat maka analoginya akan mampu menghasilkan daun yang sehat serta buah dan bunga yang manis.

Dengan mengaplikasikan analogi pohon maka antara agama, budaya, kesenian dan pariwisata tidak akan lagi menjadi sebuah dikotomi. Masing-masing bagian akan bersinergi untuk memperkuat satu sama lain, dan masyarakat Bali telah teruji untuk mampu menyeimbangkan pariwisata melalui analogi pohon.

SAS

Advertisement

Apa itu Millennias?

Generation Y, Millenias, Millenial, Network Generation atau biasa disebut Net Generation sebenarnya memiliki makna sama. Disebut sebagai Net Generation karena salah satu ciri dominannya adalah hampir 24 Jam generasi ini harus terkoneksi dengan internet melalui beragam gadget yang dimilikinya.

 

Millenias, Millenial atau Generation Y merupakan generasi yang lahir sekitar 1980-an dan hingga tahun 2000-an.  Dengan jumlah saat ini diperkirakan sebanyak 70 juta, millenias juga merupakan segmen usia muda 12 sampai 30 tahun dengan pertumbuhan tercepat. Generasi ini  pada umumnya berada dalam lingkungan teknologi serta rata-rata berpendidikan tinggi (minimal sarjana). Di Indonesia sendiri jumlah populasinya (saat ini berusia antara 15-34) sangat besar, yaitu sekitar 34,45% dari total jumlah penduduk.

Studi tentang generasi millenias di dunia, terutama di Amerika, sudah banyak dilakukan, seperti misalnya studi yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG) bersama University of Berkley tahun 2011 dengan mengambil tema American Millennials: Deciphering the Enigma Generation. Tahun sebelumnya, 2010, Pew Research Center juga merilis laporan riset dengan judul Millennials: A Portrait of Generation Next.

Dibanding generasi sebelum, generasi millenias memang unik, hasil riset yang dirilis oleh Pew Researh Center misalnya secara gamblang menjelaskan keunikan generasi millennial dibanding generasi-generasi sebelumnya. Yang mencolok dari generasi millenias ini dibanding generasi sebelumnya adalah soal penggunaan teknologi dan budaya pop/musik. Kehidupan generasi millennial tidak bisa dilepaskan dari teknologi terutama internet dan entertainment sudah menjadi kebutuhan primer bagi generasi ini.

Secara simple, berikut perbedaan millenias dengan generasi-generasi sebelumnya:

Nah, bagi yang ingin mengetahui apa itu millenias secara lebih dalam, e-book yang sangat user friendly dapat didownload pada link berikut ini:
🙂

Air Bersih di Pantai Kapur: Analisis Pemanfaatan Teknologi SWRO (Sea Water Reverse Osmosis) di Kawasan Wisata Pantai Pandawa

I’m currently proposing a research to see whether it is feasible or not of having a SWRO plant installed in Pandawa Beach of Kutuh Village. The technology itself has been implemented in several countries in the world, and I am certain that it’s also possible to install it in Indonesia, especially Bali.

As a green researcher, I’m trying to formulate the feasibility study of having such plant installed in Pandawa Beach. To begin, this pilot reasearch will focus specifically on the economic and technical aspects which also include the projection of visitor coming to the destination in the next 5 years. I’m hoping that this reseach can contribute in giving sollution of water problem in Bali.

Even though the technology is now commonly being used in other parts of the world,  it is still very new for us here in Indonesia. So, to give a clearer insight here’s a brief video of SWRO technology from SUEV environment.

I will be sharing the outcome of this research once it has been finalised.

Stay tuned! 🙂

Marketing 3.0

Image

Leading companies now understand they must reach highly aware, technology savvy customers. Kotler, Kartajaya and Setiawan say that the ‘old rules’ of product-based and consumer-based marketing will fail to do this. Companies need instead, to focus on creating products, services and entire corporate cultures, which are customer value driven at a more multi-dimensional, fundamental level.

To give a general idea, the following are the main differences between the three concepts:

Marketing 1.0 – product-centric, or the marketing of the industrial age, when marketing was about selling factory outputs. Marketing was transaction orientated: how to make a sale.

Marketing 2.0 – consumer-based, where marketing is relationship orientated -how to keep customers coming back and buying more.

Marketing 3.0 – value driven marketing, the linkage of three building blocks

Continue reading

Word of Mouth Marketing

images

Happy customers are your best advertisers.
If people like you and like what you do, they will tell their friends.

Adapted from: Word of Mouth Marketing:  How Smart Companies Get People Talking by Andy Sernovitz,  here are basics of Word of Mouth as your effective Marketing Tool.

THE THE FOUR RULES OF WORD OF MOUTH:

Rule #1: Be Interesting

Nobody talks about boring companies, boring products, boring ads. Everyone can be interesting. Before you run an ad, before you launch a product, ask your spouse about it. Trust me…if he or she finds it interesting, you’ve got a winner.

Rule #2: Make People Happy

Create amazing products. Provide excellent service. Go the extra mile. Make sure the work you do gets people energized, excited, and eager to tell a friend. Continue reading