Mengapa Harus Membangun Brand Image?

Membangun brand image tentu saja tidak mudah.  Dibutuhkan strategi pemasaran yang tepat, memakan waktu yang sangat lama, dan pasti membutuhkan dukungan biaya yang tidak murah. Sebagai contoh sepatu Nike yang terkenal dengan logo “Centang”-nya s.  Dengan memiliki konsep brand image yang jelas, Nike memiliki harga yang berkali lipat dibandingkan sepatu tanpa logo dan “tanpa centang”; meskipun dalam realitanya T-Shirt tanpa logo tersebut memilki kualitas yang lebih baik dari T-Shirt Nike. Ilustrasinya kira-kira seperti gambar berikut ini :

Image result for branding power nike

Saat T-shirt biasa dihargakan Rp30.000 maka harga T-shirt dengan logi Nike bisa menjadi Rp300.000. Maka wajar apabila banyak pelaku usaha yang akhirnya gagal menjalankan bisnisnya karena mereka tidak berhasil menciptakan brand image yang cukup kuat. Lemahnya brand image akan menciptakan produk yang dihasilkan tidak cukup kuat menarik pembeli sehingga tidak bisa bertahan lama di tengah persaingan pasar yang semakin kompetitif.

Sebagai contoh lain dapat kita lihat pada perusahaan kopi terbesar di dunia Starbucks. Bagaimana logo “two tailed mermaidnya” yang berwarna hijau merubah harga kopi secara global.  Saat masih kuliah dulu saya menganggap nonsense  membeli secangkir kopi seharga Rp50.000; bahkan lebih mahal dari harga makan siang anak kos jaman itu (nasi jinggo rangkap tiga :D). Sekarang, hampir setiap cafe memiliki harga yang diadopsi oleh Starbucks. Kekuatan branding yang sangat luar biasa dari perusahaan yang “hanya” menjual kopi.

Nah, jika ada yang memiliki produk atau usaha berikut beberapa manfaat saat brand image tumbuh semakin kuat.

  1.  Memberikan daya tarik tersendiri bagi para konsumen. Tak bisa dipungkiri bila produk branded (bermerek) selalu mendapatkan ruang khusus dihati para konsumen. Pada mereka yang dikenal dengan istilah sosialita, memiliki kecenderunagn senang membeli produk yang memiliki merek ternama dibandingkan memilih produk-produk baru yang belum jelas identitasnya. Semakin kuat brand image yang dimiliki sebuah produk, maka semakin besar pula minat konsumen untuk membeli produk tersebut.
  2. Lebih mudah mendapatkan loyalitas pelanggan. Ketika brand image sudah kuat maka saat itu juga produk tersebut mendapatkan nilai plus dimata para konsumen. Dapat kita lihat saat peluncuran IPhone versi manapun, antrean konsumen pasti panjang; bebereapa bahkan rela menginap untuk menjadi yang “pertama” untuk memiliki produk Iphone tersebut. Seperti yang tampak pada ilustrasi dibawah, beberapa “mungkin” rela menjual ginjal untuk membeli iphone keluaran terbaru tersebut (no kidding, hal ini pernah terjadi saat lounching IPhone 4s di China dulu)
  3. Image result for iphone x memMembuka peluang Anda untuk menetapkan harga jual yang lebih tinggi. Seperti yang saya sebutkan diatas, brand image yang kuat memberi nilai plus terhadap harga jual. Resiprokal yang terjadi bahwa barang yang berkualitas (bermerek) selalu diiringi dengan harga jual yang lebih tinggi. Bahkan para pelanggan pun tidak perlu ragu ketika mereka harus membayar produk dengan harga yang lebih mahal, karena mereka telah percaya bahwa produk yang mereka beli memiliki kualitas yang benar-benar terjamin.
  4. Peluang bagi pelaku usaha untuk melakukan diferensiasi produk. Ketika merek produksudah cukup kuat, maka lebih mudah untuk melakukan diferensiasi produk untuk memperluas pangsa pasar yang sudah ada. Strategi pemasaran inilah yang sering dijalankan perusahaan-perusahaan besar untuk menguasai pasar dan mengalahkan para pesaingnya. Coba perhatikan bagaimana Apple menjual aksesorisnya, misal casing HP, pasti berlubang ditengahnya, hanya untuk menekankan “Hi guys, ini IPhone loh!” 😀
  5. Menjadi ciri tertentu yang membedakan produk Anda dengan produk milik pesaing. Keberadaan merek menjadi kunci utama bagi para konsumen untuk membedakan produk tertentu dengan milik para pesaing. Semakin kuat image yang tertanam dalam benak para konsumen, maka semakin mudah pula mereka membedakan produk tertentu dengan produk lainnya yang ada di pasaran. Sehingga peluang untuk memenangkan persaingan pasar semakin terbuka lebar dan omset penjualan pun akan semakin besar.

Oleh sebab itu saat menjalankan usaha dibidang apapun, baik perusahaan jasa maupun produk; usahakan selalu tekankan branding sebagai elemen penting dalam proses pemasaran. Saat brand anda kuat maka saat itulah peluang anda untuk sustainable di pasar akan semakin terbuka lebar!

 

Advertisement

We WIN!!!

Yaayy!!

Setelah beberapa waktu lalu saya memposting tentang Vote Video Wonderful Indonesia: The Journey to a Wonderful World, senang sekali setelah tau bahwa video tersebut menjadi juara di ajang bergensi UNWTO!!!! Hebatnya Indonesia jadi juara dalam kategori 2 kategori langsung! Yang pertama sebagai Winner UNWTO Video Competition 2017 Region East Asia and Pacific dan yang kedua Indonesia menang dalam kategori People’s Choice Award 2017

Khusunya untuk kategori People’s Choice Awards, hal ini tidak lepas dukungan dan support Indonesia terhadap video ini. Bayangin aja, kalau semua masyarakat kita yang menggunakan internet (a.k.a 120 juta jiwa) vote. Bisa jebol servernya UNWTO, heheehe :D:D:D

Yuuk kita menangin lagi kompetisi2 seperti ini. Bersama kita pasti MENANG!!!

Menteri Pariwisata Arief Yahya memegang penghargaan video pariwisata Indonesia dalam lomba video pariwisata yang digelar oleh UNWTO di Chengdu, China.

Sandwich Generation

Pasti semua tau Sandwich kan? Roti dengan isian keju, ham, selada, tomat dan sebagainya yang dibuat berlapis dan simbol makananan praktis karena sekali “hap” sudah dapat karbo, sayur dan protein 😀

Yang akan saya bahas kali ini bukanlah makanan namun generasi yang dianalogikan sebagai “sandwich”.  Selayaknya sandwich, generasi yang dimaksudkan pada kriteria ini adalah mereka yang memiliki beban hidup berlapis-lapis, baik dari atas maupun bawah. Secara singkat, generasi sandwich merupakan generasi yang tidak hanya memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan orang tua mereka namun mereka juga harus menganggung biaya hidup keluarga mereka sendiri. Hal ini terjadi akibat orang tua mereka mungkin kurang persiapan saat pensiun sehingga kemudian “membebani” anak-anak mereka. Orang tua yang cenderung kurang bisa memilah prioritas, apalagi dengan adanya hutang tentu kemudian sangat membebani anaknya yang baru saja memulai kehidupan berumah tangga.

 

Image result for generasi sandwich

Biasanya generasi orang tua kurang bisa menyisihkan sebagian uangnya sebagai simpanan dana pensiun yang menjadi imbas beban untuk generasi sandwich. Tidak begitu banyak dari para generasi orang tua yang memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup bagaimana cara mengelola keuangan mereka. Akibatnya saat mereka tidak produktif lagi, beban sehari-hari cenderung menjadi tanggungan anak-anak mereka. Jika memiliki lebih dari satu Anak bekerja, maka biasanya tanggungan tersebut dapat dibagi rata. Namun coba bayangkan jika hanya memiliki satu Anak bekerja kemudian semua menggantungkan kebutuhannya ke anak tersebut.

002_senario_01c.jpg

Imbasnya tentu saja Anak tersebut akan menanggung biaya yang cukup besar sehingga  investasi mungkin bukan menjadi prioritas. Akibatnya Anak ini pun berpotensi untuk membebani Anaknya kelak saat ia sudah tidak produktif lagi. Generasi seperti ini ternyata banyak di temui di negara-negara berkembang. Hal ini juga dianggap menjadi salah satu pemicu rendahnya tingkat enterpreneurship pada negara berkembang seperti di Indonesia. Jangankan berpikit untuk membuka usaha, kebutuhan sehari-hari saja masih kembang-kempis.

Lain halnya di negara maju, masyarakatnya cenderung memiliki pola pikir yang lebih advance sehingga tabungan hari tua sudah dipersiapkan sedini mungkin. Bisa kita lihat banyak sekali senior citizen dari negara-negara maju yang menghabiskan hari tuanya dengan berlibur baik mengunjungi sebuah destiansi maupun pesiar. Saking banyaknya jumlah wisatawan yang lanjut usia ini, bahkan ada istilah yang kita kenal sebagai grey tourism yakni pariwisata khusus yang diperuntukkan bagi para kaum manula. Mereka pun terkenal sebagai wisatawan yang loyal, senang membei tipping dan cenderung long staying guest.

Oleh sebab itu agar kita tidak membebani anak-anak kita kelak, maka perbanyak informasi dan pengetahuan tentang bagaimana cara menyisihkan uang untuk dana pensiun. Baca dan cari tau bagaimana cara menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluaran setiap bulannya sehingga pos untuk investasi tetap dapat terpenuhi. Perencanaan yang matang bahkan sebelum anak lahir adalah kunci untuk memutus rantai generasi sandwich. Sangat penting untuk menghitung dengan cermat antara beban biaya hidup sehari-hari dan juga biaya hidup saat pensiun kelak akan membuat hari senja menjadi lebih bernilai tanpa harus menjadi beban anak-anak kita dikemudian hari. Dana pensiun yang cukup tersebut akan membuat generasi selanjunya memiliki kualitas hidup yang cukup dengan keluarganya kelak.

Meskipun anak-anak pasti dengan senang hati akan membantu orang tuanya, janganlah jadikan diri kita beban untuk mereka. Mumpung masih muda, yuk mulai belajar berinvestasi dari sekarang dan jadilah manula-manula kece yang dapat menikmati pelesir di berbagai negara saat tua nanti!

VOTE INDONESIA DI AJANG UNWTO!

Mari bersama-sama menangkan Indonesia!! 

Saat ini UNWTO (Badan Pariwisata Dunia) sedang melakukan pemilihan video promosi pariwisata terbaik berdasarkan hasil voting dari seluruh warga dunia melalui websitenya.

Ayo ikut berpartisipasi dengan VOTE Video Wonderful Indonesia di kompetisi UNWTO dengan klik linknya:

Indonesia.travel/vote4id

Pilih Video Wonderful Indonesia

Mohon dipastikan:
1. Masuknya dr browser (bukan google)
2. Ketik: indonesia.travel/vote4id
(Tanpa www dan tanpa tanda * di akhirnya)

Salam Wonderful Indonesia

 

YUK KENALAN DENGAN PARIWISATA MINAT KHUSUS (SPECIAL INTEREST TOURISM)

Special Interest Tourism atau dalam bahaasa Indonesia umum diukenal sebagai pariwisata minat khusus merupakan jenis pariwisata dimana wisatawan melaksanakan perjalanan untuk belajar dan berupaya mendapat pengalaman tentang sesuatu hal di daerah yang dikunjungi.

Tipologi dari wisata jenis ini tidak biasa, anti mainstream atau bahkan aneh. Wisata minat khusus sangat berhubungan dengan hobi seseorang, komunitas atau didasari rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Sesuai dengan namanya, orang-orang yang melakukan wisata minat khusus biasanya berkeinginan untuk mewujudkan minat dan ketertarikannya terhadap suatu objek atau hal yang lain. Oleh karena itu, umumnya wisata ini hanya diikuti oleh satu, dua atau sekelompok kecil pelancong.

Wisata minat khusus biasanya membutuhkan biaya yang relatif lebih mahal dari wisata yang biasa saja. Membutuhkan biaya yang mahal karena harus mengunjungi suatu negara yang jauh atau daerah terpencil dan tidak membutuhkan banyak biaya karena hanya menyusuri hutan seperti berburu atau memancing.

Ada beberapa prinsip yang mendasari wisata minat khusus diantaranya;

  1. Motivasi untuk mencari sesuatu yang baru (anti mainstream).
  2. Kepuasan dalam melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh orang lain.
  3. Mencari pengalaman baru.

Selain prinsip bentuk-bentuk wisata minat khusus didasari bebrapa tujuan;

  1. Rewarding, penghargaan terhadap objek yang dikunjungi.
  2. Enriching, pengkayaan diri, dapat juga dalam rangka bisnis.
  3. Adventure, minat bertualang yang tinggi.
  4. Learning, keinginan untuk mempelajari hal yang baru.

Nah, perkembangan pariwisata minat khusus juga sejalan dengan perkembangan gaya hidup manusia sehingga muncul istilah-istilah baru seperti culinary tourism, halal tourism, dark tourism, tolkien tourism (mengunjungi lokasi film Lord of The Rings), drug tourism, getto tourism dan masih banyak lagi. Beberapa website seperti www.travelbyinterest.com  secara khusus memberikan paket-paket menarik yang secara ekslusif ditujukan kepada gay travellers, food lovers, luxury travelers dan wisatawan yang memang khusus ingin mencari relaksasi & rejuvenation melalui wellness tourism, seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.

TRAVEL BY INTEREST

www.travelbyinterest.com

Selain itu adanya semakin tingginya jumlah Millenials yang bepergian membuat website seperti www.citizenM.com membuat komonitasnya sendiri dimana bagi mereka yang tertarik untuk bergabung log-in sebagai seorang “citizen”. Konsep dari citizen M tidak hanya menjual kamar namum memberikan kesempatan millenials untuk bergabung dalam komunitas tertentu melalui meeting room dengan konsep sharing.  Work station, wifi yang super kencang, 24 hours food & beverage serta harga yang sangat terjangkau menjadikan citizen M menjadi begitu populer di kalangan millenials traveller yang ingin melakukan perjalanan sekaligus mendapatkan peluang-2 bisnis baru.

TRAVEL BY INTEREST .png

www.citizenM.com

Saat ini di Asia baru Taipe yang bergabung di CitizenM, namun tentu tidak menutup kemungkinan saat ceruk pasar ini mulai accesible maka hotel-hotel di Indonesia Singapore dan Malaysia pasti akan mengambil pasar ini.

What do you think will be the next trend?

Apa itu Virtual Reality (VR) ?

Setelah Ista lahir 29 Januari lalu, akhirnya saya punya kesempatan lagi untuk posting (maklum sibuk ngurus bayi dan kegiatan mamak2 lainnya, hahaha :D). Nah kali ini saya akan coba membahas VR ( Virtual Reality ) yang semester lalu menjadi top request mahasiswa saya di kelas marketing. VR saat ini sedang booming dan mungkin beberapa tahun lagi akan menjadi tren untuk digital marketing.

VR atau Virtual Reality, dalam bahasa indonesia seringkali disebut Realitas Maya adalah sebuah teknologi yang membuat pengguna untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan yang ada dalam dunia maya melalui perangkat VR. Saat kita mempergunakan perangkat tersebut (misalnya VR glasses), kita merasa berada di dalam lingkungan tersebut.

Image result for virtual reality

VR kemudian menjadi sangat populer dengan perkembangan platform games dan film-film yang khusus diproduksi untuk mengajak penonton seara langsung berada di dunia maya tersebut. Contoh dari VR banyak sekali, seperti Game, misal Game COC (Clash of Clans ). Melalui VR kita akan merasa bahwa anda sendiri yang menjadi karakternya. Jika biasanya menggunakan layar, dengan VR, kita bisa langsung menikmati game langsung didepan mata kita sendiri, singkatnya seperti masuk kedalam game. Contoh yang lain yaitu photoshpere, yaitu foto 360 derajat dimana kita akan merasa seolah-olah berada langsung di tempat dimana foto tersebut diambil. Mirip seperti google street view tapi seperi kita ada disana secara langsung.

Yang juga tidak kalah populernya adalah dalam industri perfilman dimana pemakai VR misalnya dapat dengan langsung menikmati film Conjuring sebagai salah satu karakter. Tentu saja siap-siap jantung copot setelah tiba-tiba ada “Mbak Valak” yang muncul tepat dihadapan kita 😀

Nah, sistem kerja dari VR sebenarnya tidak dapat lepas dari beberapa elemen penting, seperti virtual world (sebuah konten yang menciptakan dunia virtual dalam bentuk screenplay) dan script Immersion (yang berfungsi untuk memberikan sebuah sensasi yang membawa pengguna teknologi VR merasakan ada di sebuah lingkungan nyata yang padahal fiktif).

Secara teoritis immersion dibagi dalam 3 jenis, yakni:

  1. Mental immersion, membuat mental penggunanya merasa seperti berada di dalam lingkungan nyata
  2. Physical immersion, membuat fisik penggunanya merasakan suasana di sekitar lingkungan yang diciptakan oleh virtual reality tersebut serta
  3. Mentally immersed, memberikan sensasi kepada penggunanya untuk larut dalam lingkungan yang dihasilkan virtual reality

Tentu saja dengan perkembangan teknologi digital, perangkat-perangkat virtual ini menjadi semakin mudah diakses. Beberapa produk juga telah menggabungkan antara pengalaman melihat (VR glasses), mendengar (headphone) dan merasakan (VR gloves) untuk meningkatkan realitas imajiner dalam game dan hiburan.

Menarik bukan? Let’s see how this trend goes 🙂

 

WISATA KULINER: ATRIBUT BARU DESTINASI UBUD

Buku-Kuliner-Mock-up-crop

Suksma Hyang Widhi, akhirnya buku pertama saya akhirnya terbit juga. Buku sederhana ini saya tulis bersama dengan guru sekaligus pembimbing saya saat thesis dulu, Prof. I Nyoman Darma Putra. Secara garis besar buku ini banyak mengupas perkembangan pariwisata budaya di Ubud yang secara dinamis memberi ruang pada bentuk-bentuk pariwisaata baru untuk berkembang. Buku ini juga mengulas bagaimana kuliner lokal berkontribusi terhadap kesetaraan gender di Ubud-Bali melalui diskusi konventional marketing dan digitalisasi. Kami juga menemukan bahwa terdapat faktor-faktor yang berkontribusi secara positif terhadap perkembangan kuliner lokal di sebuah destinasi pariwisata budaya Ubud.

Yang menarik bagi saya pribadi adalah melihat langsung bagaimana kosep “trickle bottom effect” bisa berbalik menjadi “fountain effect” untuk masyarakat lokal hanya melalui kuliner. Meskipun saya sendiri bukan ahli kuliner (apalagi dengan ketrampilan memasak yang sangat terbatas :D) saya melihat bagaimana potensi kuliner sebagai budaya asli masyarakat sebuah destinasi merupakan bentuk “micro-preneurship” yang sangat mudah diakses oleh siapa saja. Harapannya tentu masyarakat lokal sebagai pemilik destinasi harus menjadii tuan rumah yang mandapatkan manfaat sebesar-besarnya dari “kue pariwisata”

The Indonesian Acquisitions List (IAL) http://catalogue.nla.gov.au/Record/7374320

  • Bib ID                         7374320
  • Format                      BookBook [text, volume]
  • Author                       Pitanatri, Putu Diah Sastri, I Nyoman Darma Putra
  • Description              Denpasar : Jagatpress bekerjasama dengan Program Studi Magister Kajian Pariwisata, Universitas Udayana, 2016 ©2016 168 pages : colour illustrations, colour photographs ; 23 cm
  • ISBN                           978-6-02-147363-4
  • Notes                         Includes bibliographical references (pages 153-162) and index.

 

 

VARK: Get to know Your Learning Style!

Metode belajar efektif untuk setiap orang itu berbeda. Jadi, biasanya sebelum memulai perkualiahan di semester tertentu, sangat penting bagi saya untuk melihat apa yang menjadi “preferensi” belajar mereka. Tentu setiap mahasiswa memiliki preferensi belajarnya sendiri-sendiri, namun dengan mengetahui apa yang menjadi preferensi mayoritas akan mempermudah saya dalam menyampaikan materi.

Untuk mengetahui metode apa yang paling cocok untuk kelas tertentu, saya menggunakan tes VARK. Tes ini digunakan untuk mengetahui metode belajar seperti apa yang dapat membantu mahasiswa untuk “cepat menangkap” materi yang dijelaskan oleh dosennya 🙂

VARK SAS

Secara singkat, VARK merupakan singkatan dari Visual, Auditory, Read/Write, dan Kinesthetic.  Ada tipe mahasiswa yang kalau belajar dengan baca, dia bisa cepat paham (metode Read). Ada yang cepat paham kalau dijelaskan secara mendetail sama orang lain (metode Auditory). Ada juga yang cepat paham kalau dia melihat peta konsep/diagram/gambar/video (metode Visual). Terakhir ada juga yang cepat paham kalau dia praktik secara langsung (atau sambil bergerak; metode Kinesthetic).

Yang menarik, ada orang yang hanya bisa paham materi melalui satu metode saja, ada yang bisa dengan beberapa metode. Nah, untuk yang ingin mengetahui preferensi belajar/learning style yang cocok, silahkan coba tes VARK disini: VARK QUESTIONS

Atau bisa juga langsung download PDFnya The-VARK-Questionnaire kemudian tabulasikan sendiri lebih cocok dengan metode yang mana.

Setelah mengetahui metode yang mejadi preferensi mahasiswa maka kegiatan pembelajaran dapat kita kondisikan menjadi lebih “asik”. Materi yang membosankan tentu menjadi lebih menarik jika metode penyampaian juga disesuaikan dengan preferensi dari mahasiswa.

Harapannya tentu mata kuliah yang saya ampu tidak hanya dilupakan begitu saja setelah UAS berakhir namun melekat terus sehingga memberi manfaat bagi mahasiswa 🙂

 

 

Analogi Pohon dalam Pariwisata Budaya

Beberapa waktu yang lalu ada seorang mahasiswa yang menyampaikan secara berapi-api ke saya bahwa pariwisata di Bali sudah membuat Bali di ambang kehancuran. Menurutnya dari artikel-artikel yang dia baca di media, sangat jelas bahwa pariwisata menghancurkan budaya, menghancurkan mental bahkan berpotensi menghancurkan jati diri “ke-Bali-an”orang Bali. Komentar  saya  sambil tersenyum “OK, kalau begitu bagaimana kalau kita bubarkan saja pariwisata? Stop saja turis datang ke Bali dan tutup semua hotel yang ada di Bali”. Jawabnya “Jangan bu, nanti kita makan dari mana tanpa pariwisata?”

Dialog singkat tersebut merupakan potret bagaimana pariwisata budaya Bali selalu dikecam namun disatu sisi dibutuhkan. Keterikatan Bali dengan pariwista bukan hanya sekedar “sayur tanpa garam” namun sudah menjadi “bread and breath of Bali”.

Dalam perspektif pariwisata dan budaya hampir selalu menjadi sebuah dikotomi, dua kutub magnet yang saling berlawanan. Saat pariwisata berkembang pesat, maka asumsinya saat itu juga akan terjadi degradasi budaya lokal. Menjawab ini saya sangat setuju dengan konsep Analogi Pohon atau tree analogy yang disampaikan oleh Pitana (2006),Picard (1996), Geriya (1991) dan McKean (1978). Konsep ini kemudian saya coba visualisasikan dan berikut penjabarannya.

TREE ANALOGY NEW.png

Dalam analogi pohon sebagai ekspansi dari konsep pariwisata budaya di Bali,  akarnya yang kuat  dari pohon tersebut adalah Agama Hindu. Batangnya yang kokoh adalah budaya secara umum, baik berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible). Daunnya yang lebat dan indah adalah kesenian Bali baik yang berupa kesenian visual (visual arts) maupun kesenian atraksi (performing arts). Pariwisata adalah bunga dan buah yang dapat “dipanen” sehingga nantinya dapat diperuntukan bagi kesejahteraan masyarakatnya.

Hasil dari pohon yang berupa bunga dan buah inilah yang dapat “dijual”, namun pendapatan yang dihasilkan dari penjualan tersebut harus diinvestasikan kembali ke pohon tersebut. Saat akar dan batang pohon tersebut kuat maka analoginya akan mampu menghasilkan daun yang sehat serta buah dan bunga yang manis.

Dengan mengaplikasikan analogi pohon maka antara agama, budaya, kesenian dan pariwisata tidak akan lagi menjadi sebuah dikotomi. Masing-masing bagian akan bersinergi untuk memperkuat satu sama lain, dan masyarakat Bali telah teruji untuk mampu menyeimbangkan pariwisata melalui analogi pohon.

SAS

Apa itu Millennias?

Generation Y, Millenias, Millenial, Network Generation atau biasa disebut Net Generation sebenarnya memiliki makna sama. Disebut sebagai Net Generation karena salah satu ciri dominannya adalah hampir 24 Jam generasi ini harus terkoneksi dengan internet melalui beragam gadget yang dimilikinya.

 

Millenias, Millenial atau Generation Y merupakan generasi yang lahir sekitar 1980-an dan hingga tahun 2000-an.  Dengan jumlah saat ini diperkirakan sebanyak 70 juta, millenias juga merupakan segmen usia muda 12 sampai 30 tahun dengan pertumbuhan tercepat. Generasi ini  pada umumnya berada dalam lingkungan teknologi serta rata-rata berpendidikan tinggi (minimal sarjana). Di Indonesia sendiri jumlah populasinya (saat ini berusia antara 15-34) sangat besar, yaitu sekitar 34,45% dari total jumlah penduduk.

Studi tentang generasi millenias di dunia, terutama di Amerika, sudah banyak dilakukan, seperti misalnya studi yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG) bersama University of Berkley tahun 2011 dengan mengambil tema American Millennials: Deciphering the Enigma Generation. Tahun sebelumnya, 2010, Pew Research Center juga merilis laporan riset dengan judul Millennials: A Portrait of Generation Next.

Dibanding generasi sebelum, generasi millenias memang unik, hasil riset yang dirilis oleh Pew Researh Center misalnya secara gamblang menjelaskan keunikan generasi millennial dibanding generasi-generasi sebelumnya. Yang mencolok dari generasi millenias ini dibanding generasi sebelumnya adalah soal penggunaan teknologi dan budaya pop/musik. Kehidupan generasi millennial tidak bisa dilepaskan dari teknologi terutama internet dan entertainment sudah menjadi kebutuhan primer bagi generasi ini.

Secara simple, berikut perbedaan millenias dengan generasi-generasi sebelumnya:

Nah, bagi yang ingin mengetahui apa itu millenias secara lebih dalam, e-book yang sangat user friendly dapat didownload pada link berikut ini:
🙂